Social loafing adalah fenomena yang lumrah terjadi dalam kelompok tugas. Kamu pernah sekelompok dengan teman yang tidak mau berkontribusi dalam tugas, kurang aktif, dan hanya menumpang nama? Nah, itu tandanya teman kamu sedang terjebak dalam social loafing, Sob. Situasi tersebut memang membuat kita tidak nyaman dan marah karena beban kerja dalam kelompok menjadi lebih berat.
Dalam kegiatan di sekolah atau perkuliahan, kamu pasti sering menghadapi situasi itu, Sob. Ada banyak kasus saat beberapa anggota kelompok memilih tidak menyumbangkan ide atau berpartisipasi secara aktif. Alhasil, hanya segelintir anggota yang bekerja keras.
Dalam psikologi sosial, fenomena seperti itu dinamakan social loafing. Social loafing adalah kondisi saat seseorang cenderung memberikan upaya yang lebih sedikit ketika terlibat di suatu kelompok. Situasi ini sering terjadi dalam kerja kelompok yang memiliki banyak anggota. Pasti ada anggota yang merasa malas berusaha dan mengurangi keaktifannya.
![Ilustrasi penelitian Ringelmann kepada kelompok petani yang menghasilkan istilah social loafing](https://blog.metamata.id/wp-content/uploads/2022/11/social-loafing-max-ringelmann-1024x683.png)
Sumber: Twitter @deepuasok
Istilah ini pertama kali digagas oleh ahli teknik pertanian asal Perancis bernama Max Ringelmann di tahun 1913. Sebagai ahli teknik pertanian, Ringelmann melakukan penelitian untuk menemukan cara meningkatkan produktivitas para petani. Ringelmann pun membuat eksperimen sosial dengan menyuruh satu kelompok menarik tali. Hasilnya kelompok tersebut tidak menghasilkan kekuatan yang besar saat menarik tali.
Sebaliknya ketika anggota kelompok menarik tali itu secara individu, kekuatan yang dihasilkan justru lebih besar. Penelitian yang dinamakan Ringelmann Effect ini membuktikan bahwa orang yang berada dalam kelompok besar cenderung menurunkan upaya saat bekerja.
Lantas, mengapa situasi seperti ini dapat terjadi?
Apa Penyebab Social Loafing?
![Situasi social loafing saat sedang melakukan diskusi kelompok di dalam kelas](https://blog.metamata.id/wp-content/uploads/2022/11/Ilustrasi-social-loafing-di-sekolah.jpg)
Sumber: IMDb
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya situasi social loafing, seperti yang telah dirangkum berikut ini.
1. Kehilangan semangat dan motivasi
Banyak orang yang kurang termotivasi saat bekerja di dalam kelompok. Penyebabnya pun bermacam-macam, seperti kepercayaan diri yang rendah atau merasa tidak cocok dengan lingkungan grup. Hilangnya motivasi bisa menurunkan partisipasi seseorang dalam grup.
2. Ukuran kelompok yang besar
Saat berada di dalam kelompok besar dengan jumlah anggota yang banyak, seseorang cenderung mengurangi kontribusi dan partisipasinya. Hanya sedikit pekerjaan yang diberikan karena grup memiliki banyak anggota.
3. Kurangnya rasa tanggung jawab
Situasi social loafing biasanya terjadi di kelompok berskala besar. Hal ini karena ada banyak anggota yang merasa pekerjaan dalam kelompok dapat dikerjakan oleh anggota lain. Nah, jumlah anggota yang besar justru menjadi pemicu munculnya rasa tidak bertanggung jawab terhadap kelompok.
Kondisi ini juga dipicu oleh pemikiran anggota yang merasa tidak akan memberikan hasil yang signifikan bagi kelompok. Selain itu, jumlah anggota yang banyak akan membuat beban kerja menjadi lebih ringan sehingga beberapa anggota justru menjadi malas.
4. Tidak ada pembagian tugas yang jelas
Pembagian tugas yang kurang merata dan tidak jelas bisa memicu munculnya situasi social loafing, lho. Terkadang ada anggota yang merasa kesulitan mengerjakan bagiannya atau tidak setuju dengan pembagian tugas dalam kelompok. Nah, kita perlu memastikan tiap anggota memahami bagian mereka masing-masing dan menjelaskan tugas dengan rinci.
5. Ekspektasi yang keliru terhadap kelompok
Siapa saja anggota grup dan sepintar mereka akan mempengaruhi ekspektasi di dalam kelompok. Misalnya saja kalau kamu sekelompok dengan teman-temanmu yang pintar. Nah, kamu mungkin akan bersemangat dan terpacu memberikan kontribusi.
Namun, sebaliknya ada juga anggota yang merasa terlalu nyaman sekelompok dengan orang-orang pintar. Lalu berpikir tidak perlu berpartisipasi secara aktif karena tugas pasti bisa diselesaikan oleh anggota yang pintar. Nah, pola pikir seperti ini akan membuat anggota itu merasa malas, Sob.
Wah, ternyata pola pikir sangat mempengaruhi terjadinya social loafing, ya. Lantas, bagaimana cara mengatasi situasi ini? Apalagi social loafing itu sangat merugikan, baik bagi kelompok maupun anggota yang terjebak dalam kemalasan.
Bagaimana cara mengatasi social loafing?
![Suasana kerja kelompok yang baik dan tidak mencirikan social loafing](https://blog.metamata.id/wp-content/uploads/2022/11/Ilustrasi-social-loafing-di-kelas.jpg)
Sumber: Dailysia.com
Ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan agar kelompok kamu tidak terjebak dalam social loafing, nih.
1. Buat pembagian tugas dan arahkan anggota
Kamu bisa memulai dengan membuat pembagian tugas yang jelas, terarah, dan tidak timpang. Setiap tugas yang diberikan harus mempunyai tujuan yang jelas agar anggota tidak kebingungan atau merasa tugasnya sepele. Lalu, arahkan anggota supaya bisa bekerja dengan baik dan bertanggung jawab.
2. Pecah kelompok menjadi lebih kecil
Jika memungkinkan, kamu bisa memecah kelompok menjadi lebih kecil. Hal ini akan memudahkan kamu membagi tugas, mengarahkan anggota, dan mengawasi kelompok.
3. Lakukan evaluasi secara rutin
Setiap anggota perlu dievaluasi performanya secara rutin. Evaluasi bertujuan memacu motivasi dan rasa tanggung jawab anggota. Selain itu, dengan melakukan evaluasi, kamu bisa memantau pencapaian anggota, memeriksa kesalahannya, dan mendiskusikan masalah serta hambatan yang perlu diperbaiki.
4. Berikan apresiasi kepada anggota
Hasil kerja anggota perlu diapresiasi, entah masih buruk atau sudah baik. Memberikan apresiasi dengan tulus akan membantu meningkatkan rasa percaya diri anggota. Para anggota juga bisa termotivasi karena merasa dihargai.
Nah, itu dia empat cara untuk mengatasi situasi social loafing, Sob. Fenomena malas kerja kelompok ini tidak bisa dianggap sepele, lho. Dampaknya sangat merugikan kelompok karena dapat mengurangi produktivitas kelompok, menurunkan rasa tanggung jawab, bahkan menghambat proses penugasan sehingga hasil kerja pun menjadi buruk. Oleh karena itu, kita perlu aktif berkomunikasi dengan anggota yang malas. Jangan sampai social loafing terus-terusan menjebak generasi muda, Sob.
Penulis: Gheani Kirani B.T
Referensi:
Piezon, S. L. dan Donaldson, R. L. (2005). Online Groups and Social Loafing: Understanding Student-Group Interactions. Online Journal of Distance Learning Administration, 8(4).
Foto:
Imdb.com
Dailysia.com
Twitter @Deepuasok