Gadis Kretek (2023) jadi salah satu serial orisinal Indonesia yang dirilis Netflix tahun ini dan mendapatkan banyak sorotan dari publik. Tak hanya soal premis ceritanya yang menarik dan dibintangi aktris ternama, serial ini juga menawarkan kisah di balik peracikan saus kretek yang jarang dibingkai oleh film-film lokal.
Serial ini juga menarik perhatian karena diadaptasi dari novel berjudul Gadis Kretek karya Ratih Kumala yang terbit tahun 2012 di penerbit Gramedia Pustaka Utama. Novel yang lekat dengan nuansa lokal ini sukses masuk dalam daftar sepuluh besar penerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2012.
Di balik pencapain novel Gadis Kretek di ajang bergengsi, cerita yang disajikan Ratih Kumala juga sangat dekat dengan kehidupan rakyat Indonesia, yaitu kebiasaan mengisap rokok kretek. Rasa penasaran publik kian meningkat setelah Dian Sastrowardoyo bersama aktor dan aktris kenamaan tanah air mengambil peran dalam serial ini.
Serial Gadis Kretek sudah tayang sejak 2 November 2023 di Netflix dan mendapatkan sambutan hangat. Sajian kisahnya tampak menjanjikan karena digarap oleh dua sutradara yang berhasil menorehkan prestasi di Piala Citra, yaitu Kamila Andini dan Ifa Isfansyah.
Series berjumlah 5 episode ini menyuguhkan genre drama yang kental dengan nuansa romantis dan latar sosial budaya yang kuat. Buat kamu yang penasaran dan ingin mencoba tontonan baru selain drama Korea atau film horor, simak dulu sinopsis dan review Gadis Kretek di bawah ini.
Sinopsis Serial Gadis Kretek (2023)
Sesuai dengan novelnya, Gadis Kretek mengikuti kisah Soeraja, pemilik bisnis rokok kretek merek Djagad Raja yang sudah berdiri sejak zaman pascapenjajahan Belanda. Di usia tua, Soeraja berjuang melawan kanker dan mendambakan ingin bertemu Jeng Yah sebelum ia meninggalkan dunia. Atas permintaan sang ayah, Lebas pun pergi mengembara mencari wanita bernama Jeng Yah.
Pencarian Lebas membawanya sampai ke Jawa dan bertemu dengan Arum. Rupanya keluarga Lebas dan keluarga Arum memiliki satu ikatan sehingga mereka memutuskan bekerja sama mengungkap hubungan Soeraja dengan Jeng Yah.
Kemudian perlahan terungkap kalau Jeng Yah atau Dasiyah sempat mempunyai ikatan dengan Soeraja di masa lalu, tepatnya di pabrik kretek. Dasiyah diketahui memiliki bakat unik dalam meracik saus kretek yang tepat untuk dicampurkan ke dalam tembakau. Lebas dan Arum pun berusaha mencari tahu kisah Dasiyah dan Soeraja di masa lalu.
Premis Unik dengan Nuansa Lokal yang Kental
Bukan tanpa sebab serial ini debut di Busan International Film Festival 2023 (4/10) dan sukses memikat atensi masyarakat Indonesia. Serial ini menampilkan sisi lain dari peracikan saus kretek yang akan diolah menjadi sebatang rokok. Kebiasaan mengisap rokok kretek sudah melekat dengan warga lokal sehingga premis yang ditawarkan Gadis Kretek punya daya tarik tersendiri.
Sebagai perwakilan film Indonesia di ajang internasional, Gadis Kretek mengungkap kehidupan pekerja di pabrik kretek, peracikan saus kretek yang khas, dan kisah romansa dengan latar sosial di Jawa. Premis dan latar ini menampilkan “wajah” Indonesia kepada penonton di luar negeri dalam balutan plot asmara.
Potret Diskriminasi Perempuan di Balik Racikan Kretek
Serial Gadis Kretek menyoroti kehidupan Jeng Yah (Dasiyah) yang merupakan anak perempuan pertama dari Idrus Muria, pebisnis kretek terbesar di kotanya. Meski sukses, Idrus Muria tidak dikaruniai anak laki-laki sehingga Jeng Yah ditunjuk menjadi mandor di pabrik kretek miliknya.
Akan tetapi, status “perempuan” yang disandang Jeng Yah membuatnya mendapatkan diskriminasi di pabrik kretek. Jeng Yah tak diizinkan berkontribusi dalam peracikan saus kretek karena stigma yang keliru tentang perempuan. Sebagai wanita berhati tangguh, Jeng Yah pun berusaha mendobrak batasan yang diberikan padanya.
Tidak hanya menampilkan potret diskriminasi, serial ini juga menyoroti stigma-stigma keliru yang disematkan kepada perempuan. Stigma yang disoroti adalah kedudukan perempuan di tatanan sosial dan rumah tangga, serta perihal pernikahan.
Jeng Yah yang dipercaya untuk mengurus bisnis kretek pun tenggelam dalam pekerjaannya. Alhasil, Jeng Yah belum menikah di usia yang dianggap tua oleh orang-orang di lingkup sosial dan akhirnya selalu digunjingkan. Orang tuanya juga menaruh harapan agar Jeng Yah segera menemukan pujaan hati.
Jeng Yah sebenarnya jatuh cinta pada seorang lak-laki yang tidak sengaja ditemuinya di pasar, yaitu Soeraja. Setelah Idrus Muria mengajak Soeraja untuk bekerja di pabrik, Jeng Yah semakin jatuh hati pada pria itu. Perjalanan cinta mereka pun dimulai di pabrik kretek.
Gadis Kretek Tampilkan Konflik Asmara yang Klasik
Soeraja jatuh hati karena ketangguhan Jeng Yah terhadap mimpinya yang ingin menjadi peracik saus kretek terbaik. Sementara cinta Jeng Yah bertumbuh karena Soeraja berusaha membantunya mendobrak diskriminasi di pabrik kretek. Soeraja tak hanya memahami Jeng Yah dengan baik, tapi juga berperan dalam bisnis kreteknya. Namun, hubungan asmara Jeng Yah dan Soeraja terhalang oleh perbedaan status sosial.
Konflik asmara yang disuguhkan memang cukup klasik, tapi latar sosial budaya tentang perbedaan status sosial dalam pernikahan menjadi percikan daya tarik bagi serial ini. Baik di era 60-an maupun sekarang, status sosial pasangan kerap menjadi penghalang sehingga penonton dapat relate dengan kisah ini.
Konflik Politik, Latar Sejarah, dan Persaingan Bisnis
Dengan alur maju-mundur di dua periode waktu (tahun 2000-an dan era 1960-an), serial Gadis Kretek membingkai potret dua masa yang sangat berbeda. Melalui adegan kilas balik di era 60-an, penonton diajak menyaksikan konflik politik terkait PKI yang tersirat dan sangat menggambarkan keadaan di masa itu.
Latar sosial budaya di tahun 1960-an diolah dengan baik melalui visualisasi yang tepat, seperti pakaian, riasan, dan gaya bicara. Kualitas riset inilah yang membuat visual Gadis Kretek menonjol. Penelusuran Lebas dan Arum di 2000-an juga menarik karena ditampilkan melalui surat-surat dari masa lalu.
Tak hanya lapisan sejarah, serial ini juga menyajikan konflik persaingan bisnis kretek. Konflik kunci ini menguatkan alur cerita karena berdampak pada hubungan Jeng Yah dan Soeraja.
Sinematografi Memanjakan Mata dengan Chemistry yang Kuat
Nilai tambah bagi serial ini terletak pada kualitas sinematografinya yang memanjakan mata dan dibuat sesuai dengan latar waktunya. Selain itu, akting Dian Sastrowardoyo yang memerankan Jeng Yah patut diacungi jempol. Dian mampu membawa karakter Jeng Yah yang ambisius ke dalam dirinya.
Chemistry Ario Bayu (Soeraja) dan Dian juga sangat melekat dalam ingatan penonton, bahkan menambah kesan spesial dalam serial ini. Akting Arya Saloka (Lebas) dan Putri Marino (Arum) juga tak kalah mencuri atensi kala menonton kisahnya.
Gadis Kretek cocok dijadikan tontonan akhir pekan yang berkualitas karena kaya akan nilai budaya, sosial, dan sejarah Indonesia.
Penulis: Gheani Kirani B.T
Referensi:
Foto:
Netflix
Comments
Comments are closed.