Possession: Kerasukan (2024) tampil sebagai karya remake yang melokal di tengah gempuran film horor tanah air. Meskipun elemen horor di dalam ceritanya berperan penting, tetapi film ini lebih menonjolkan metafora tentang stigma terhadap wanita, budaya patriarki, dan kehidupan pernikahan.
Bagi suguhan film horor, Possession: Kerasukan (2024) menampilkan alur cerita yang terbilang “berani”. Film ini menyoroti lika-liku kehidupan wanita yang menjadi objek seksual dan pemuas fantasi laki-laki. Melalui film ini, kita diajak menyaksikan kumpulan potret wanita yang menjadi korban eksploitasi budaya patriarki.
Possession: Kerasukan (2024) diangkat dari karya Andrzej Zuławski, sutradara asal Polandia yang sukses menggarap film Possession (1981). Film garapan Andrzej ini memiliki daya tarik yang begitu kuat, terutama karena memainkan genre horor psikologi. Tak hanya itu, film keluaran tahun 80-an ini diwarnai adegan-adegan mengerikan, bahkan sampai membuat siapa pun yang menontonnya bergidik ngeri.
Di tahun ini, sutradara Razka Robby Ertanto mengadaptasi karya legendaris Andrzej Zuławski dalam balutan budaya lokal. Bersama Falcon Pictures, ia menggarap film Possession: Kerasukan (2024) yang dibintangi sederet aktor dan aktris tanah air, seperti Carissa Perusset, Darius Sinathrya, dan Sara Fajira.
Kamu pasti sudah penasaran sama film yang sudah tayang sejak 8 Mei ini, ‘kan? Yuk, simak sinopsis dan review film Possession: Kerasukan (2024) di bawah ini.
Sinopsis Film Possession: Kerasukan (2024)
Film horor ini mengikuti kisah Ratna (Carissa Perusset) yang sekilas terlihat menjalani kehidupan normal. Ratna bekerja sebagai penulis naskah drama untuk teater dengan karier yang cemerlang. Di sisi lain, ia juga mengemban tugas rumah tangga sebagai seorang istri.
Suami Ratna, Faris (Darius Sinathrya) adalah seorang prajurit TNI yang memiliki tugas berat sehingga jarang pulang. Akan tetapi, tiap kali pulang ke rumah, Faris hanya memandang dan memperlakukan Ratna sebagai pemenuh kebutuhan biologisnya. Ratna pun tidak sanggup mengelak permintaan Faris karena hal ini dianggap sebagai kewajiban seorang istri.
Tak hanya mendapat stigma negatif dari Faris, Ratna juga mendapat pandang buruk dari orang-orang di sekitar Faris. Komandan Faris menyinggung hal-hal berbau seksual yang secara langsung melukai harga diri Ratna sebagai wanita. Tetangga Ratna yang terobsesi pada dirinya juga melakukan hal-hal ekstrem yang menjurus pada dunia mistis demi memenuhi nafsunya.
Ratna hanya dipandang sebagai objek seksual oleh semua laki-laki di sekitarnya. Saat Ratna akhirnya memberontak pun, ia dituduh tengah “kerasukan” padahal dirinya hanya ingin terbebas dari segala belenggu patriarki.
Possession: Kerasukan (2024) Memotret Kegilaan Patriarki
Dari segi premis, film remake ini tentu mengikuti pola Possession (1981) yang ekstrem dan penuh konflik rumah tangga. Lengkap dengan unsur metafora yang menyertai tiap jalan cerita, film ini sukses menjadi suguhan yang unik dan berbeda.
Kita akan diajak memahami posisi wanita yang selalu salah dan rendah dalam kacamata masyarakat. Ya, tak hanya dalam sudut pandang patriarki, kedudukan perempuan pun dianggap lemah dan tak berdaya.
Sisi inilah yang dituangkan melalui karakter Ratna, perempuan yang terbelenggu oleh suaminya sendiri, para laki-laki penuh nafsu, dan pihak yang berkuasa di tempatnya bekerja.
Konflik Rumah Tangga yang Penuh Drama
Saat membaca judulnya, film ini memang lekat dengan elemen horor. Kendati begitu, konflik rumah tangga justru yang paling kuat melekat di sepanjang alurnya. Di sisi lain, elemen horor dalam ceritanya dibangun dari seorang tokoh yang memiliki obsesi terhadap hal mistis. Begitu pula dengan metafora “kerasukan” yang ditampilkan dengan baik oleh sosok Ratna.
Nah, di samping dua aspek ini, film ini sebenarnya menyorot konflik perceraian Ratna dan Faris. Setelah Faris pulang setelah menyelesaikan tugas, Faris dikejutkan dengan gugatan cerai dari Ratna. Tak tinggal diam, Faris menuduh Ratna selingkuh dengan sutradara teater di tempat kerjanya.
Konflik ini menjadi rumit karena asisten Ratna—sosok perempuan yang ingin merebut Faris—menyebarkan rumor itu. Plot demi plot dalam film ini tak hanya dekat dengan realitas, tetapi juga membuka mata kita tentang sisi lain patriarki yang kerap dianggap remeh.
Suguhan Horor yang Dipenuhi Nilai Moral dan Artistik
Di balik nilai moral dan potret kehidupan yang sangat relate, sayangnya kualitas jump scare dalam film ini cukup umum. Alurnya memang terkesan pelan, tetapi cukup nyaman untuk dinikmati sampai akhir.
Pada sisi lain, gaya artistik pada film cukup terasa kuat, terutama pada elemen noir. Ya, film ini memang menyajikan nuansa yang cukup gelap. Hal ini tak hanya terlihat dari naskah dan alurnya, tetapi juga visualisasinya.
Kalau kamu ingin menyantap suguhan horor yang berbeda, film ini pilihan yang tepat, Sob. Selamat menonton!
Penulis: Gheani Kirani
Referensi: IDN Times
Foto: Falcon Pictures