/Cerita di Balik Kain Tenun Pada Festival Aku dan Kain

Cerita di Balik Kain Tenun Pada Festival Aku dan Kain

Pada tanggal 10 Agustus lalu Desainer Terkenal Oscar Lawalata, Menkop UKM Teten Masduki, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek Hilmar Farid, Plt Kepala Museum Sri Hartini dan para tokoh besar menghadiri acara pembukaan sekaligus pemotongan pita pada Festival Aku dan Kain dengan tema The Age of Diversity yang dilaksanakan di Museum Nasional Indonesia

Di hari pembukaan festival, Oscar Lawalata menampilkan fashion show dengan memamerkan sekitar 100 kain tenun yang dibawakan oleh para model dan publik figur seperti Zara Adhisty, Yuki Kato, Refal Hady dll. Penasarankan dengan asal-usul kain tenun yang ada di festival tersebut? Yuk simak pembahasannya, ya Sob!

1. Ulos Ragi Idup (Katun, berasal dari Tapanuli Utara Sumatra Utara)

Ulos Ragi Idup merupakan simbol kehidupan dan memegang peranan penting dalam tradisi Batak terutama Batak Toba yang ada sejak awal abad ke-20. Penyebutan “ragi idup” untuk ulos ini berdasar pada motifnya yang tampak seolah bernyawa dan hidup. Ulos digunakan oleh laki-laki dan perempuan baik pada saat suasana sukacita maupun dukacita.

2. Cawek (Sutra benang emas, berasal dari Sumatra Barat)

Cawek merupakan sebutan lokal ikat pinggang yang digunakan oleh ninik mamak (penghulu) untuk mengencangkan pakaian bagian bawah. Penggunaan ikat pinggang memiliki makna bahwa segala sesuatu harus diselesaikan dengan tenang.

3. Tapis Semangko (Katun benang perak sutra, berasal dari Pesisir Barat Lampung)

Kain ini dibuat dalam tradisi pesisir Lampung (Saibatin). Namun, saat ini tradisi tersebut sudah tidak berlanjut. Hiasan mika/muskovit yang bertaburan pada kain digunakan untuk menunjukkan kelas sosial penggunanya. Kain tapis dipakai oleh perempuat saat upacara pernikahan. Kain ini juga merupakan barang berharga yang diwariskan secara turun-temurun.

4. Baju Tampan (Katun benang sutra, berasal dari Krui Lampung)

Terbuat dari beberapa helai kain tampan berbeda yang dijahit menjadi baju. Baju ini dihiasi dengan motif kapal dan kait yang bermakna siklus kehidupan dan sosok manusia sebagai makhluk yang menjalankannya. Baju ini digunakan oleh perempuan bangsawan yang belum menikah.

5. Bajee Ulen-Ulen (Katun, berasal dari Gayo Aceh)

Baju khas orang Gayo ini dibuat oleh laki-laki dan dipakai oleh gadis muda pada acara tertentu. Baju ini dihiasi dengan motif lingkaran yang disebut dengan ulen dan motif emun berangkat. Motif tersebut merepresentasikan bulan sebagai simbol siklus kehidupan dan awan berarak sebagai simbol dari persatuan, kerukunan, dan kesepakatan.

6. Pelung (Sutra benang perak dan emas, berasal dari Pasemah Sumatra Selatan)

Pelung atau disebut juga perelung merupakan kain yang hanya dimiliki oleh perempuan bangsawan dan digunakan pada saat upacara adat berlangsung. Dipakai dengan cara dibebatkan di dada dan menjuntai hingga lutut. Kain ini dihiasi dengan motif pucuk rebung yang bermakna harapan baik.

7. Selendang (Katun, berasal dari Jambi)

Pada mulanya kain batik di Jambi merupakan komoditas dagang yang diimpor dari Jawa. Sekitar akhir abad ke-20 batik seperti ini mulai diproduksi di Jambi. Adanya bingkai biru-putih pada kain merupakan ciri khas dari batik Jawa yang diproduksi untuk pasar di Jambi. Kain dengan bidang tengah seperti ini biasanya dikenakan oleh perempuan sebagai penutup kepala atau selendang.

8. Klapong Sirat (Katun benang emas sutra, berasal dari Sintang Kalimantan Barat)

Klapong merupakan kain berhias bagian dari pakaian dalam (cawat) atau sirat yang dipakai oleh laki-laki Dayak Iban. Sirat biasanya berukuran sangat panjang dan dipakai sedemikian rupa sehingga menggantung pada bagian klapong sepanjang dua pertiga untuk menutupi kemaluan.

9. Khombouw (Kulit kayu, berasal dari Sentani Papua)

Khombouw memiliki banyak fungsi seperti sebagai penutup tubuh, hiasan dinding, dan penutup jenazah. Kain ini dihiasi dengan ragam hias berbentuk spiral yang disebut dengan fouw. Ragam hias ini melambangkan eratnya hubungan kekerabatan dari masyarakat di Sentani.

10. Sarung (Sutra, berasal dari Makassar Sulawesi Selatan)

Di Sulawesi Selatan, motif kotak-kotak seperti ini biasanya dipakai oleh perempuan yang belum menikah. Bagian atas sarung berhias motif tumpal yang dibuat dengan menggunakan benang emas tambahan.

11. Hinggi (Katun, berasal dari Sumba Nusa Tenggara Barat)

Hinggi digunakan sebagai pakaian tradisional laki-laki Sumba. Warna dan motif hinggi menandakan usia dan status sosial pemakainya. Selain sebagai tanda hubungan kekeluargaan, hinggi juga dipakai sebagai pembungkus jenazah dan bekal kubur, serta sebagai alat tukar menukar.

Melalui festival ini, kita jadi lebih tahu terkait kain tradisional yang berada di seluruh Indonesia. Festival ini dilaksanakan mulai 10 Agustus hingga 10 September 2022. Yuk kunjungi Museum Nasional Indonesia untuk pengalaman yang tak ternilai mengenai kekayaan ragam tekstil Indonesia, Sob!

Penulis :

Dwi Nur Utami

Referensi :

museumnasional.or.id

Foto :

museumnasional.or.id